Saat sedang duduk termenung di sisi jendela apartemen, seorang Mahasiswa Universitas Islam Madinah yang sedang membaca buku terlihat berkaca-kaca matanya. Ia menangis haru membaca kisah Nabi Muhammad SAW dengan seorang pengemis buta beragama Yahudi.
***
Diceritakan bahwa di pusat pasar kota Madinah, ada seorang
pengemis tua lagi buta yang biasa duduk di sana. Ia kasar, pembenci Nabi
Muhammad sehingga ia seringkali berujar pada siapa saja yang lewat di depannya
“Jangan kau dekati
Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir. Apabila
kalian mendekatinya, maka kalian akan di pengaruhinya.”. Begitu
ujar si pengemis. Tapi tanpa sepengetahuan si buta itu, Nabi selalu menyuapinya
nasi setiap pagi hingga beliau SAW wafat.
Sesudah wafatnya Nabi, Aisyah berujar pada Ayahnya Abu Bakar,
bahwa Rasul memiliki kebiasaan menyuapi pengemis buta yang sedang duduk di
pasar kota Madinah. Abu Bakar pun mendatangi si pengemis dan menyuapinya. Tapi
pengemis yang buta itu merasakan ada yang berbeda “Kau (Abu Bakar) bukan orang
yang biasanya menyuapiku”. Abu Bakar menjawab “Aku adalah orang yang biasanya”.
Sang pengemis menimpal “Orang yang biasanya begitu lembut saat menyuapiku, ia
selalu mengunyah makanan itu sebelum memberikannya padaku”. Ujar si pengemis.
Kata-kata si Pengemis itu membuat Abu Bakar menangis tersedu, ia
terkenang akan sahabatnya itu. Abu Bakar seolah dipaksa untuk mengenang sang
terkasih, Muhammad SAW sehingga Abu Bakar pun jujur “Ia, aku bukan orang
biasanya, aku adalah sahabatnya. Orang yang biasanya adalah Muhammad,
sahabatku. Dialah orang yang selama ini menyuapimu dengan tabah, meskipun kau
menghinannya”. Kata Abu Bakar, mendengar kata-kata Abu Bakar, sontak Si
pengemis terkaget, ia terkejut dan merasakan kesedihan yang luar biasa, tak ia
sangka bahwa yang selama ini menyuapinya adalah Muhammad SAW, orang yang
bertahun-tahun ia benci.
***
Nabi Muhammad sekali lagi mengajarkan kita akan pentingnya kasih
sayang. Ia membuktikan bahwa sebenarnya maksud diutusnya dirinya di muka bumi
ini adalah semata-mata untuk menebarkan kasih sayang bagi seluruh alam. Allah
mengutusnya untuk memberikan rahmah bagi sekalian alam, sehingga tak ayal ia
selalu mengisi hari-harinya dengan sifat pengasih dan penyayang kepada siapa
saja tanpa membedakan.
Sifat pengasih dalam Islam ini diwujudkan dari segala
tindak-tanduk yang diperbuat oleh Rasul Muhammad dalam hari-harinya. Rasul
sering kali terlihat menggendong Hasan dan Husein. Kemudian berkata “keduanya
(Hasan dan Husein) adalah anak-anakku (cucu), barang siapa yang menyakitinya.
Maka sebenarnya dia telah menyakitiku” ujar Rasul. Seringpula terlihat oleh
para sahabat bagaimana Rasul menggoda Hasan dengan menjulurkan lidahnya pada
cucunya yang masih kecil itu. Sikap ini disaksikan oleh para sahabat dan banyak
diriwayatkan dalam hadis-hadis shohih, sehingga semakin tampaklah sikap Nabi
Muhammad sebagai seorang manusia yang penuh kasih. Seorang hamba Allah yang
selalu menghargai perasaan sesamanya.
Rasulullah memang ditugaskan untuk menebar rahmah. Dan rahmah yang
beliau tebarkan tidak sebatas untuk sesama muslim saja, terhadap siapa saja
yang ada disekelilingnya pun beliau kerap memberi rahmah. Bahkan terhadap
orang-orang yang membencinya. Inilah sebenarnya nilai rahmah yang teragung yang
diajarakan oleh agama kita. Agama kita mengajarkan rahmah tidak hanya sekadar
memberikan kasih sayang kepada sesama saudara, sesama keluarga, atau sesama
ras. Akan tetapi kasih sayang Islam bersifat universal, objek kasih sayang
dalam agama kita bersifat menyeluruh dan tanpa pandang bulu. Sehingga hal ini
menjadi nilai lebih yang tak ada tandingannya dalam sejarah kehidupan beragama
manusia.
***
Pada masa perang salib, orang-orang Eropa pernah tertegun penuh
kagum melihat pasukan Islam dalam berperang. Saat orang-orang Eropa tertawan
oleh pasukan Muslim, mereka yang sedang mengalami luka begitu parah tidak
dibiarkan begitu saja oleh para pasukan. Mereka heran dengan pasukan Islam yang
dalam keadaaan perang pun masih menolong mereka, mengobati luka mereka dengan
begitu sabar. Seperti seorang sahabat yang membantu sahabatnya yang lain.
Semisal seorang ibu yang tak tega melihat putranya dilanda sakit yang
begitu parah. Orang-orang Eropa terkejut dan tak pernah menyangka akan
keluwesan ajaran Islam yang diajarakn oleh Tuhan melalu Rasulnya, Muhammad.
Rasul bahkan tidak hanya mencintai makhluk hidup, pada benda
matipun beliau menjaga dan menyemaikan kasihnya. Setiap benda kesayangan yang
dimilki Nabi selalu ia sematkan padanya sebuah nama. Misalnya bendera perang
Nabi diberi nama Uqab, kemudian kemahnya ia namai Kinn, gelas kesayangannya ia
sebut dengan nama Rayyan, tongkat beliau ia namai Mamshuq dan masih banyak lagi
benda-benda yang menjadi pelampiasan dari sifat kasih Nabi kepada siapa saja
yang berada di sekelilingnya.
Maka, apa yang divoniskan Barat pada agama kita sangat tidak
sesuai dengan realita yang ada. Sebab agama kita bukan agama yang garang, para
sejarawan tentu tak akan lupa bagaimana agama kita selalu menjaga prinsip kasih
sayang dalam menjalani hidup kehidupan. Bagaimana Nabi menciptakan iklim yang
kondusif dan nuansa kekeluargaan yang hangat ketika beliau tinggal di Madinah
bersama beragam suku dan agama di wilayah tersebut. Bagaimana Nabi tak pernah
mempermasalahkan lingkungannya yang terdiri dari berbagai macam ras dan agama
itu. Beliau tetap memperhatikan kesejahteraan semua penduduk di wilayah yang
dulu bernama Yatsrib itu.
Dan kasih sayang adalah sandaran bagi kita untuk menjalani
perjalanan hidup kita dengan baik. Sebab kasih sayang adalah tonggak utama
dalam menempuh sebuah kehidupan yang sejahtera di dunia dan akhirat. Karena
ketentraman dunia dan kebahagiaan akhirat hanya bisa dicapai dengan kasih
sayang yang tertanam dalam jiwa. Maka sayangilah siapa saja yang ada di
bumi, karena yang di langit akan turut menyayangimu.
0 komentar:
Posting Komentar