Imam Sibawaih




Kisah perjalanan hidup seorang Imam Sibawaihi bersama gurunya Imam Khalil bin Ahmad menjadi satu wacana  memikat tentang semangat dan stimulasi yang seharusnya dimiliki oleh setiap santri dalam menuntut ilmu. Kedua orang ini sangat ikhlas, kepandaian dan kejeniusan yang mereka miliki tidak membuat mereka lantas melupakan sisi terpenting dalam menuntut ilmu, yaitu keikhlasan. Sehingga ilmu yang berlimpah itu tidak lekas susut karena munculnya berbagai penyakit hati. 

Dalam sejarahnya, disebutkan, bahwa Imam Sibawaihi yang jenius itu kerap kali meluncurkan pertanyaan-pertanyaan yang membuat Imam Kholil diam dan terpojok. Tapi itu tidak mengurangi sikap tunduk dan patuh Imam Sibawaihi kepada sang guru. Sebab tentu ia bisa sejenius ini dan menguasai dengan begitu baik ilmu gramatika bahasa adalah tak lepas dari bimbingan sang guru. Sehingga sebagai wujud dari rasa terima kasihnya pada sang guru, ia selalu memerhatikan baik-baik keterangan sang guru ketika sang guru menerangkan, Begitu sebaliknya dengan sang guru, yang pada akhir cerita harus pergi menyendiri dari kampung halamannya dikarenakan banyak dari murid-muridnya yang pergi dan lebih memilih berguru kepada Imam Sibawaihi.

Tapi Imam Khalil tetaplah seorang ulama, seorang guru, yang tentu sadar bahwa ia sebenarnya adalah sosok yang berhasil dalam mengajarkan ilmu. Sebab ia telah mendidik Imam Sibawaihi dan menjadikannya lebih hebat darinya. Maka guru yang ikhlas ini memutuskan keluar dari daerahnya dan menyendiri. Sampai ia dianugerah ilmu Arudl oleh Allah. Sebuah ilmu syi’ir, yang membuatnya tetap dianggap lebih baik dari Imam Sibawaihi.

Cerita di atas, kiranya dapat dijadikan bahan permenungan yang baik, atau semacam kontemplasi untuk kembali menyelami esensi terdalam dan paling urgen dalam menuntut ilmu ; yaitu akhlak. Sebab akhlak adalah pakaian utama yang harus dikenakan oleh setiap muslim, sedangkan ilmu hanyalah penghias atau penambah keindahan. Sehingga bisa diibaratkan bahwa akhlaq adalah komponen primer dalam menjalani kehidupan di muka bumi ini, sementara ilmu adalah sekundernya. Maka akan sangat miris ketika kita menyadari, bahwa di negeri tercinta ini sering kita menjumpai orang berpengatahuan luas, yang bertindak amoral dan menyisihkan nilai-nilai etika dan budi pekerti dalam kehidupannya. Padahal memperbaiki akhlak lebih diutamakan daripada mencari ilmu. Sebab akhlak yang sempurna itu sudah cukup menjadi bekal bagi seorang muslim untuk meniti jalan ilahi. Lebih-lebih jika akhlak yang baik itu ditopang dengan pengetahuan yang luas. Sehingga akan terbentuklah pribadi-pribadi muslim idaman yang sempurna dan bermanfaat.

Demikian itu telah menjadi tiang dan pondasi yang kuat bagi ulama-ulama klasik. Mereka selalu mendahulukan akhlaq dari pada ilmu. Misal yang lain, adalah Imam Syafi’i. Dalam sebuah kisah diceritakan dengan jelas bagaimana beliau merasa berdosa setelah secara tidak sengaja memandang betis perempuan. Ia mengeluh kepada gurunya Imam Waqi’ tentang lemahnya hafalannya yang tentu disebabkan akhlaknya yang buruk itu. Padahal, siapa yang akan menyangsikan kualitas hafalan Imam Syafi’i? Pemuda Ghaza ini telah menghafal Al-Qur’an dalam usia 9 tahun dan telah menjadi panutan mayoritas muslim di penjuru dunia dengan madzhabnya.

Ulama-ulama klasik itu adalah penuntut ilmu sejati. Yang mencari ilmu karena ridho Allah SWT. Bukan karena ijazah atau jabatan, sehingga mereka benar-benar berusaha sekuat tenaga menjaga ilmu mereka. Salah satunya dengan manjauhi maksiat, yang artinya juga memperbaiki akhlaq. Karena bagi mereka, kehilangan ilmu akan menyebabkan lepasnya ridho Allah SWT dari genggaman mereka. Realita ini sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang terjadi sekarang ini. Betapa kita melihat, sekolah-sekolah di luar sana, masih mengagungkan ijazah, sehingga selepas tamat dan mendapat ijazah, mereka akan memasuki dunia baru dengan kebebasan yang menggoda, sehingga ilmu-ilmu mereka terbang entah kemana. Mungkin itulah yang mendasari pondok-pondok salaf di tanah air ini –puluhan tahun lalu- untuk tidak menyediakan ijazah bagi murid-muridnya. Sehingga dikhawatirkan itu akan mengotori akhlaq mereka dengan tidak menjadikan ridho Allah SWT sebagai tujuan utama.

Maka marilah kita luruskan sikap, bersihkan noda hati, sempurnakan budi pekerti. Untuk menjadi seorang penuntut ilmu sejati. Yang menuntut ilmu dengan akhlak terpuji sebagai pengamalan dari apa yang pernah dilakukan oleh ulama-ulama terdahulu ;Imam Sibawaihi, Imam Khalil, dan Imam Syafi’I atau ulama-ulama lainnya. Sehingga akan terlahir pemuda-pemuda bangsa dan agama yang sempurna dengan bersandarkan pada akhlak dan ilmu. Dan pesantren, adalah basis utama, yang paling mampu melakukan itu semua. 

0 komentar:

Posting Komentar

http://albarnation.blogspot.com/2012/12/cara-membuat-slide-show-di-blog.html#ixzz2NQNHNucp