Rindu Ibu





Jalan-jalan yang ku susuri masih panjang
Dan sepanjang langkahku, gelap terus menghantui
Maka kaulah cahaya itu Ibu
Menemani langkahku, membisikkan cinta selalu

IBU I
Malam ini tiba-tiba merindukannya. Sesosok wanita separuh baya yang dulu selalu melepas senyum padaku beriring matahari yang terbit di pagi hari. Senyumnya khas, penuh aura keibuan sehingga aku tak jarang sedikit bermanja menunjukkan kepolosanku sebagai anak bungsu. “Selamat pagi Nak? Udah bangun? Ayo makan”. Ibu selalu begitu. Selalu senang menawariku makanan. Karena ia sadar, bahkan separuh jiwanya telah melekat di hatiku, sehingga dia paham bahwa aku suka sekali makan. Ini kisah di secuil pagi beberapa tahun yang lalu. Saat ibu benar-benar paham masakan kesukaanku. Sayur asam dengan telur dadar. Cukup nikmat dimakan di pagi hari, bertemankan kokok ayam yang dengan semangat menyambut hari.

IBU II
Ramadhan terasa kurang lengkap. Iya, Abah sudah wafat dan kami merasa melewati hari demi hari dengan bagian tubuh yang hilang. Sebab Abah telah pergi dan di meja makan, setiap buka puasa menjelang, tidak ada lagi senda gurau Abah yang dulu begitu lekat mewarnai. Tapi di antara kesedihan-kesedihanku, tapi di detik-detik menjelang buka puasa. Dengan perhatian yang tak lepas dari jarum jam, aku perhatikan ibu. Yang kuyakini, dialah yang paling sedih, tapi bahkan dia masih sempat melepas senyum di Ramadhan pertama tanpa Abah. Ibu masih beraktivitas seperti biasa, memasak dan menyajikan hidangan buka puasa untuk anak-anaknya. Saat itu aku sadar, bahwa di dalam diri Ibu aku selalu berusaha mencari sosok Abah. Dan aku menemukannya. Aku mendapatkannya.




IBU III
Dari pintu gerbang pesantren aku mendapati dua orang perempuan. Satu masih sangat muda dan satunya sudah paruh baya. Aku masih sangat ingat dengan cara ia berjalan. Masih sangat lekat dengan cara mereka melangkah. Sehingga ketika berangsur mereka semakin dekat, semakin aku kenali cara mereka menatapku, memandang senyum. Pesantren di ujung pulau Madura itu akan mengabadikan pengabdianmu pada anakmu ini, Bu. Akan kekal selalu bagaimana kau menyempatkan diri untuk menjengukku, yang tentu saja sangat merindukan dirimu. Tatapan wajahmu, sorot matamu. Maka aku berdoa untuk seorang wanita paruh baya yang senantiasa mengabdikan dirinya untukku. Tanpa aku sempat mengabdi padanya.

Dan doa-doaku aku tebarkan di langit-langit itu
Untukmu Ibu, untuk dirimu
Semoga Yang Kuasa membangunkan untukmu taman
Taman indah, dengan pemandangan penuh warna
Di surga dan kita berkumpul bersama.

Kairo, 12 Maret 2012


0 komentar:

Posting Komentar

http://albarnation.blogspot.com/2012/12/cara-membuat-slide-show-di-blog.html#ixzz2NQNHNucp