Muhammad Al-Fatih (Mehmed II), menjadi
momok yang begitu ditakuti oleh bangsa Eropa kala itu. Ekspedisinya untuk menaklukkan
Konstantinopel berakhir sempurna. Ia melakukan penaklukkan ini dengan cara yang
tidak wajar, sebab 3 perairan yang begitu sulit diterjang ; Laut Marmara, Selat
Bhosporus, dan Golden Horn berhasil dilewati dengan cara yang sangat tak masuk
akal, yaitu memperjalankan 70 kapal di atas daratan, melewati beberapa bukit,
gunung dan jalan terjal. Perjalanan yang muhal
ini membuat sejarawan berdecak kagum dan mengatakan “Apa yang dilakukan oleh
Sultan Muhammad II, melebihi apa yang dulu pernah dilakukan oleh Alexander yang
Agung”. Karena ia berhasil menaklukkan kota yang saat itu menjadi transit utama
para pedagang-pedagang Eropa. Kontantinopel selama berabad-abad menjadi kota
dambaan yang siapapun ingin menguasainya, sehingga penyerbuan kota berbenteng
kokoh ini kerap dilakukan namun selalu menemui kegagalan. Sampai akhirnya,
Mehmed II The Conqueror-lah yang mampu melakukan itu.
Sultan Murad II sudah wafat kala itu. Andai
ia hidup, betapa bangganya ia ketika mendapati bahwa penakluk kota yang
didirikan oleh kekaisaran Byzantium, Constantine I ini adalah buah hatinya
sendiri, Muhammad At-tsany. Ditambah
lagi, Rasul sudah menyatakan bahwa sebaik-sebaik panglima perang adalah siapa
yang nantinya akan menaklukkan Konstantinopel. Dan 800 tahun setelah Rasulullah
menuturkan kata-kata itu, maka 29 Mei 1453 diketahui sudah bahwa Panglima
terbaik yang pernah ada adalah Muhammad Al-Fatih yang tak lain adalah putra
dari Sultan Murad II.
Itu adalah kilasan sejarah, sebuah
pengalaman empiris yang benar-benar terjadi di abad 14. Tentu saja kemampuan
Muhammad Al-Fatih dalam melakukan futuh tak
lepas dari langkah-langkah yang ia retas sejak ia masih muda. Sehingga ketika
ia naik tahta –dalam usia yang sangat belia, 19 tahun- dan menjadi penguasa
Daulah Utsmaniyah, ia sudah merancang berbagai misi untuk meruntuhkan kemegahan
Konstantinopel dan meneruskan perjuangan pendahulunya. Setelah gagalnya
langkah-langkah Sulaiman bin Abdul Malik, Muawiyah bin Abi Sofyan bahkan
ayahnya sendiri, Sultan Murad Ats-Tsani. Kenyataan ini sekali lagi menjadi
bukti yang nyata, bahwa usia bukanlah penghalang untuk menapaki jalan-jalan
penuh tantangan. Muhammad Ats-tsani pada akhirnya menyelesaikan dan membuktikan
ramalan Rasul SAW tentang terbebasnya Konstantinopel dalam usia 21 tahun.
Usia yang sangat muda, namun penuh
takwa. Pemuda yang demikianlah yang begitu dirindukan oleh agama kita sekarang.
keshalehan, ketakwaan, kecerdasan, kejeniusan, kedewasaan dan sikap-sikap
karimah yang lain disatu-padukan hingga membentuk pribadi yang sensasional dan
mampu menggucang dunia dalam usia yang masih belia, 21 tahun. Ketakwaan The
Conqueror ini dibuktikan dengan sebuah kenyataan bahwa ia tak pernah
meninggalkan Sholat Fardlu, Sholat Rawatib dan Sholat Tahajud sejak usia
baligh. Sehingga dalam peperangan itu, ia yang masih muda benar-benar dihormati
oleh pasukannya baik yang lebih muda maupun yang lebih tua. Dan keyakinan akan
pengaruh ketakwaan bagi ketentraman hidup benar-benar ia tanamkan pula dalam
hati para pasukannya. Sehingga itulah yang kiranya menjadi penyebab turunya
“mukjizat” berupa kemudahan para tentara Utsmani memaksa kapal-kapal mereka
berjalan di atas daratan. Sehingga benteng legendaris milik Konstantinopel itu
akhirnya runtuh. Dengan tiga penyerbuan dilakukan oleh Irregular, Anatolian
Army dan Yanisari.
Kita dapat belajar banyak dari
sejarah, bahwa usia sebenarnya tidak menjadi masalah untuk merengkuh cita-cita.
Asalkan sejak kecil ia tidak salah langkah. Banyak sekali pemimpin atau
raja-raja dunia yang merasakan tampuk kekuasaan dalam usia yang sangat muda.
Semisal Alexander yang Agung yang dalam usia 20 tahun sudah menggantikan
ayahnya, Raja Philip II. Namun sekali lagi pendidikan jangan dikesampingkan.
Sebab yang membuat Alexander begitu lihai dalam ilmu peperangan dan tata Negara
adalah pendidikan yang memadai. Yang menggembleng dan mendidik Alexander kala
itu adalah filosof besar Yunani, Aristoteles. Meskipun toh untuk masalah ketakwaan, masih belum jelas. Sebab hingga
sekarang, belum ada yang memastikan tentang agama yang dianut Alexander– beberapa
riwayat mengatakan bahبwa beliauah Dzulqornain yang dimaksud
Allah dalam Surat Al-Kahfi- . Begitu juga dengan Muhammad Al-Fatih, beliau
mendapat tempaan langsung dari Syekh Syamsuddin Al-Wali, beliaulah ulama yang
mendatangi istana Sultan Murad II 21
tahun sebelum penaklukkan dahsyat itu dan mengatakan bahwa Muhammad II yang
masih bayi itulah yang akan menjadi penakluk Konstantinopel.
Abad ini Islam seperti krisis pemuda yang
demikian. Pemuda yang dalam usia 21 tahun memiliki keberanian dan kekuatan iman
yang tinggi seperti apa yang dimiliki oleh Muhammad Tsany. Kebaikan budi
pekerti beliau sudah terlatih sejak masih kecil, bagaimana Syamsuddin Al-Wali
kala itu membiasakan beliau untuk hidup susah dan jauh dari gemerlap duniawi.
Padahal ia adalah pangeran dan putra
seorang raja yang memiliki kesempatan luas untuk berfoya-foya. Tapi
tidak, Syekh Syamsuddin membawa Muhammad Ats-Tsani pada “ruang pertapaan” dan
mengajari beliau tentang ilmu kehidupan, sehingga mental beliau benar-benar
terbentuk dengan baik dan siap kiranya untuk menyongsong masa depan yang lebih
baik. Ia terhindar dari nafsu dunia sehingga hatinya semakin menguat dan mulai
siap dan berani untuk memimpin penyerbuan di wilayah yang kini bernama Istanbul
ini.
Agama kita merindukan pemuda yang seperti ini,
yang penuh dengan iman dan takwa. Dengan menjalankan sholat Fardlu, Rawatib dan
Tahajud, serta selalu mendekat kepada sang ilahi. Pemuda yang tak tergiur
dengan kenikmatan duniawi, dengan godaan wanita, harta ataupun tahta. Pemuda
yang khusyu’, rendah hati dan mecintai Tuhannya. Dipadu dengan kecerdasan dan
kejeniusan yang tinggi sehingga tidak hanya spiritual saja, tapi intelektualpun
diperhitungkan dengan menguasai ilmu peperangan beserta strategi-strateginya,
ilmu agama, sastra Arab, Hadits, Fiqh dan lain sebagainya.
Maka kesukesan pesantren sebenarnya ditentukan
dari kemampuan mereka untuk mencetak pribadi-pribadi yang gemar bangun malam
hari, yang senang merintih bermunajat pada ilahi untuk menggapi cita-cita yang ia
kehendaki. Atau setidaknya mendapat surga yang indah, di akhirat nanti.
0 komentar:
Posting Komentar